DANA
BOS VERSUS LARANGAN PUNGUTAN
Oleh Encon Rahman,S.Pd
Sebanyak 6,4 juta lebih
siswa SD dan SMP di Jawa Barat, bakal menerima Dana Operasional Sekolah dari
Pemerintah. Jumlah itu terdiri atas 4,8 juta murid SD/SD LB negeri/swasta dan
1,6 juta siswa SMP/SMP LB/SMP terbuka/negeri/swasta. Setiap murid SD akan
menerima dana BOS sebesar Rp 580.000 dan siswa SMP sebesar Rp 710.000 (Pikiran Rakyat, 10/1). Apakah kenaikan
dana BOS 2012 hingga mencapai 43 persen akan bebas pungutan sekolah?
Beberapa kalangan
pesimis kenaikan ini tidak serta merta menghilangkan berbagai pungutan yang
kerap terjadi ditingkat sekolah dasar dengan berbagai cara dan alasan. Apalagi
sampai saat ini belum ada standar nasional pembiayaan yang menggambarkan unit cost per siswa untuk setiap tingkatan
pendidikan di masing-masing daerah di Indonesia (Pikiran Rakyat, 9/1).
Masih merebaknya
pungutan yang dilakukan sekolah penerima BOS terhadap siswa bukan isu baru. Kondisi
ini bukan saja meresahkan orang tua siswa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud), Mohammad Nuh pun geram. Berdasarkan survei yang
dilakukan Kemendikbud di 675 sekolah di 33 provinsi (2011), jenis pungutan yang
paling banyak dijumpai pada tahun pelajaran 2011/2012 adalah pungutan seragam
sekolah (49%), pungutan buku/LKS (14,7%), pembangunan/gedung (9,7%)
administrasi pendaftaran (9,2%) SPP (4,4%), masa orientasi (3,6 %),
ekstrakurikuler (0,7%), laboratorium (0,5%) dan masa orientasi (0,5%).
Fenomena tersebut
menjadi dasar terbitnya Peraturan
Menteri (Permen) tentang larangan pungutan SD dan SMP yakni Permen Nomor 60
Tahun 2011. Dengan adanya Permen itu maka sekolah-sekolah negeri, sekolah-sekolah
swasta yang menerima BOS, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), dan Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), serta sekolah yang setara dengan SD dan
SMP, termasuk SLB, SMP-LB, dan SMP Terbuka.
Ketentuan larangan
pungutan di antaranya untuk sekolah-sekolah negeri dilarang melakukan pungutan,
baik biaya operasional maupun biaya
investasi. Sedangkan untuk sekolah-sekolah swasta yang menerima BOS hanya
dilarang memungut biaya operasional saja, sementara pungutan biaya investasi
boleh.
Selanjutnya, SD dan SMP
yang termasuk kategori SBI dilarang melakukan pungutan tanpa persetujuan dari
menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sementara itu, SD dan SMP yang masuk
kategori RSBI dilarang melakukan pungutan tanpa persetujuan tertulis dari
bupati atau walikota atau pejabat yang
ditunjuk.
Konsekwensi adanya larangan
pungutan terhadap siswa memiliki dimensi positif sekaligus sebagai upaya
preventif dalam mengantisipasi kebocoran dana BOS. Namun sisi lain yang patut
diperhitungkan, yakni sanksi bagi stokholder
yang melanggar. Otoritas kepala sekolah dalam kaitan ini memang sangat dominan.
Pada sisi lain, komite sekolah yang diharapkan kritis terhadap
kebijakan-kebijakan sekolah, seringkali mandul bahkan terbawa arus untuk
mencicipi sajian “kue” yang tersedia.
Padahal dana BOS bukan
lahan projek atau “gaji ke-14” untuk kepala sekolah. Karenanya pengawasan dan
kontrol sosial terhadap penggunaan BOS menjadi acuan utama agar kenaikan 43
persen dana BOS 2012 tidak disertai kebocoran. Dengan kata lain, pemangku
kepentingan jangan ragu untuk melakukan sanksi bagi kepala sekolah yang melanggar.***