Translate

Selasa, 21 Agustus 2012

DANA BOS VERSUS LARANGAN PUNGUTAN


DANA BOS VERSUS LARANGAN PUNGUTAN
Oleh Encon Rahman,S.Pd

Sebanyak 6,4 juta lebih siswa SD dan SMP di Jawa Barat, bakal menerima Dana Operasional Sekolah dari Pemerintah. Jumlah itu terdiri atas 4,8 juta murid SD/SD LB negeri/swasta dan 1,6 juta siswa SMP/SMP LB/SMP terbuka/negeri/swasta. Setiap murid SD akan menerima dana BOS sebesar Rp 580.000 dan siswa SMP sebesar Rp 710.000 (Pikiran Rakyat, 10/1). Apakah kenaikan dana BOS 2012 hingga mencapai 43 persen akan bebas pungutan sekolah?
Beberapa kalangan pesimis kenaikan ini tidak serta merta menghilangkan berbagai pungutan yang kerap terjadi ditingkat sekolah dasar dengan berbagai cara dan alasan. Apalagi sampai saat ini belum ada standar nasional pembiayaan yang menggambarkan unit cost per siswa untuk setiap tingkatan pendidikan di masing-masing daerah di Indonesia (Pikiran Rakyat, 9/1).
Masih merebaknya pungutan yang dilakukan sekolah penerima BOS terhadap siswa bukan isu baru. Kondisi ini bukan saja meresahkan orang tua siswa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Mohammad Nuh pun geram. Berdasarkan survei yang dilakukan Kemendikbud di 675 sekolah di 33 provinsi (2011), jenis pungutan yang paling banyak dijumpai pada tahun pelajaran 2011/2012 adalah pungutan seragam sekolah (49%), pungutan buku/LKS (14,7%), pembangunan/gedung (9,7%) administrasi pendaftaran (9,2%) SPP (4,4%), masa orientasi (3,6 %), ekstrakurikuler (0,7%), laboratorium (0,5%) dan masa orientasi (0,5%).
Fenomena tersebut menjadi dasar terbitnya  Peraturan Menteri (Permen) tentang larangan pungutan SD dan SMP yakni Permen Nomor 60 Tahun 2011. Dengan adanya Permen itu maka sekolah-sekolah negeri, sekolah-sekolah swasta yang menerima BOS, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), serta sekolah yang setara dengan SD dan SMP, termasuk SLB, SMP-LB, dan SMP Terbuka.
Ketentuan larangan pungutan di antaranya untuk sekolah-sekolah negeri dilarang melakukan pungutan, baik biaya operasional maupun  biaya investasi. Sedangkan untuk sekolah-sekolah swasta yang menerima BOS hanya dilarang memungut biaya operasional saja, sementara pungutan biaya investasi boleh.
Selanjutnya, SD dan SMP yang termasuk kategori SBI dilarang melakukan pungutan tanpa persetujuan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sementara itu, SD dan SMP yang masuk kategori RSBI dilarang melakukan pungutan tanpa persetujuan tertulis dari bupati atau  walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Konsekwensi adanya larangan pungutan terhadap siswa memiliki dimensi positif sekaligus sebagai upaya preventif dalam mengantisipasi kebocoran dana BOS. Namun sisi lain yang patut diperhitungkan, yakni sanksi bagi stokholder yang melanggar. Otoritas kepala sekolah dalam kaitan ini memang sangat dominan. Pada sisi lain, komite sekolah yang diharapkan kritis terhadap kebijakan-kebijakan sekolah, seringkali mandul bahkan terbawa arus untuk mencicipi sajian “kue” yang tersedia.
Padahal dana BOS bukan lahan projek atau “gaji ke-14” untuk kepala sekolah. Karenanya pengawasan dan kontrol sosial terhadap penggunaan BOS menjadi acuan utama agar kenaikan 43 persen dana BOS 2012 tidak disertai kebocoran. Dengan kata lain, pemangku kepentingan jangan ragu untuk melakukan sanksi bagi kepala sekolah yang melanggar.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar