Membalut Kesalahan Dengan Istigfar
Oleh: Encon
Rahman
Entah sudah berapa kali kita mengulang kesalahan. Kesalahan
pada diri, orang lain, dan kepada Allah Swt. Begitu rapuh dan mudahnya kita mengeja kesalahan.
Dampaknya, jejak kesalahan yang sering kita cetak, kerap melupakan kesadaran
dan nilai taubat di hadapan-Nya.
“Kesalahan kan manusiawi!” Begitulah kita sering
membela diri. Ujungnya, kesalahan ibarat roda. Bergulir tak pernah bertepi. Namun,
akhirnya kita pun menyadari ketika kata mati semakin mendekat pada diri.
Kenapa kesalahan demi kesalahan begitu mudah kita bingkai
dalam harian kita? Bukankah cahaya Illahi telah lama merambat lewat pintu dan
jendela hati kita?
Tak sepatutnya bingkai kesalahan itu kita simpan.
Pecahkan saja dan buang jauh-jauh. Sebagaimana Rasulullah seorang manusia mulia
pernah menasehati sahabat Uqbah bin Amir, ”Peliharalah lidahmu, betahlah
tinggal di rumahmu dan tangisi dosa-dosamu!” (HR. Tirmidzi).
Menangisi dosa dan mengingat ulang ‘kekhilafan’ yang
pernah kita rangkai adalah babak awal dalam menggapai cinta dan kasih
sayang-Nya. Allah berfirman,”Hai
hamba-hambku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya... “(QS Az-Zumar : 53).
Menjaring Rahmat Allah Swt
Menjaring rahmat Allah memang tidak semudah membalikan
telepak tangan. Meskipun demikian, Allah
maha berkehendak. Artinya gerbang hidayah selalu terbuka bagi siapa yang
dikehendakinya. Persoalannya, apakah kita mengetahui kunci pembuka gerbang
hidayah itu?
Jika lembaran firman Allah yang terangkum dalam Alquran
kita sisir kembali. Maka, kita akan menemukannya salah satu kunci pembuka
tersebut. Perhatikan kutipan firman Allah berikut ini.
“...dan mohonlah ampun kepada
Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Baqarah: 199).
“Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu...” (QS. Ali Imran: 133).
“Dan mohonlah ampun kepada
Allah...!” (QS. An-Nisa: 106).
Dari sebagian kutipan ayat Alquran tersebut kita
mendapati kata “mohonlah ampunan kepada
Allah”. Dengan kata lain sering-seringlah kita mengucapkan istigfar! Istigfar
merupakan mediator (cara) untuk bertobat sedangkan tobat sendiri merupakan
sesuatu yang wajib bagi setiap muslim tanpa terkecuali.
Menurut Helmi Laksono (2004) kita dianjurkan untuk mengucapkan istigfar
sebanyak-banykanya pada saat: (1) ketika sedang memperoleh kemenangan atau
keberhasilan tentang sesuatu yang menggembirakan, (2) sedang ditimpa musibah
(kecelakaan dan sebagainya), (3) saat menghadapi problema (keluarga, pekerjaan,
dan lain-lain), (4) ditimpa kefakiran (ketidak cukupan kebutuhan hidup
sehari-hari), (5) sedang dilanda ketakutan, perasaan was-was, gelisah, dll, (6)
ketika menyadari dirinya telah terjatuh kepada keburukan/dosa dan semacamnya,
dan (7) sewaktu menghadapi musuh, kebencian orang atau bahaya.
Mengucapkan istigfar bukan saja bisa meluluhlantahkan
dosa yang kita perbuat, tetapi juga bisa meningkatkan mentalitas dan kepasrahan
kepada sang Kholik. Itulah sebabnya,
membiasakan diri membaca istigfar kapan dan dimanapun di berbagai tempat
yang tidak dilarang agama, sebaiknya kita dawamkan.
Istigfar merupakan simbolisasi rasa syukur sebagai
makhluk Allah, sekaligus pembuka nikmat yang tiada tara. Sebagaimana firman-Nya
dalam Alquran surat Hud ayat 3, “Dan hendaklah kamu beristigfar (meminta
ampun) kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya (jika kamu mengerjakan yang
demikian) niscaya Dia (Allah) akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu sampai waktu yang ditentukan, dan Dia (Allah) akan memberikan kepada
tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan....”
Sejalan dengan firman
Allah di atas, Rasulullah bersabda, “Barang siap yang memperbanyak istigfar maka Allah akan menghilangkan
darinya segala kesusahan, menghilangkan darinya segala kesempitan, dan akan
mendatangkan rezeki dari sumber yang tidak terduga.” (HR Abu Daud).
Jadi, dari uraian singkat ini kita dapat menyimpulkan, setiap
rangkaian kata istigfar yang kita ucap pada dasarnya bisa membalut kesalahan demi kesalahan yang pernah kita tabur. Harapannya, kita termasuk orang-orang
beruntung, “...dan bertobatlah kamu
semuanya kepada Allah hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.”
(QS. An-Nur: 31).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar