Translate

Jumat, 14 September 2012

Menyoal Distribusi Guru SD di Majalengka


Menyoal Distribusi Guru SD di Majalengka
Oleh Encon Rahman, S.Pd*)


Masih teringat statmen kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Majalengka lima tahun lalu, H. Karna Subahi MMPd  di aula Disdik, dalam rangka pembagian pra-SK CPNS SD tahun anggaran 2006 di Kabupaten Majalengka, “Saya akan menempatkan tugas mengajar guru SD di Majalengka, berdasarkan lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal guru yang bersangkutan.  Strategi ini dimaksudkan agar mobilisasi guru dalam mengajar lebih lancar!”
Pernyataan manis yang disampaikan disdik, bagi saya merupakan “angin segar” dalam distribusi guru SD di Majalengka. Pada saat itu saya mengapresiasinya dengan suka cita. Namun, seiring perguliran waktu rencana strategis DR. H. Karna Subahi MMPd  hanya tinggal kenangan.
Terlebih ketika beliau menduduki jabatan Wakub. Wacana itu seakan lenyap ditelan bumi. Sementara itu, penerus disdik Kabupaten Majalengka, baik Drs. H Rieswan Graha, MMPd maupun Drs. H Sanwasi MM yang tengah menjabat, seakan tidak tertarik dengan wacana yang pernah digulirkan disdik sebelumnya.
Jika saya mengkaji lebih dalam tentang rencana strategis yang pernah dikemukakan DR. H. Karna Subahi MMPd, mengenai pemerataan guru SD di Majalengka, bukan tanpa alasan. Fakta di lapangan menggambarkan, ketika tempat tinggal guru SD berdekatan dengan lokasi mengajar, frekuensi kehadiran guru yang bersangkutan sangat bagus. Berbeda jika tempat tinggal guru ternyata jauh dari lokasi tugas.
Temuan serupa pernah saya saksikan, beberapa rekan guru SD yang bertempat tinggal jauh dari lokasi mengajar atau lintas kecamatan, mereka “terpaksa” absen mengajar karena terhalang hujan lebat dan kondisi jalan menuju sekolah yang tidak bersahabat. Kondisi demikian menyebabkan aktivitas guru untuk mengajar menjadi terhambat.
Realita di atas, pada akhirnya merupakan tantangan tersendiri bagi kalangan guru SD dan pemangku kepentingan di Majalengka. Selanjutnya tulisan ini akan membahas tentang bagaimana kebijakan disdik terhadap distribusi guru SD di Kabupaten Majalengka? Apakah pemerataan guru SD antara perkotaan dan pedesaan di wilayah Majalengka sudah merata?
Kebijakan Disdik Majalengka
Secara garis besar kebijakan Dinas Pendidikan Majalengka tahun 2009-2014 dalam menyelenggarakan pendidikan pada dasarnya memfokuskan empat komponen, yaitu (1) perluasan dan pemerataan layanan pendidikan yang bermutu, (2) peningkatan mutu pembelajaran, (3) perbaikan kapasitas dan manajemen pendidikan, serta (4) efesien, efektifitas, dan relevansi pendidikan (Andika, 6 April 2010).
Selanjutnya, dari keempat komponen itu, Dinas Pendidikan Majalengka menetapkan arah kebijakan antara lain, (1) meningkatkan pemerataan dan kesempatan memperoleh pendidikan, (2) meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, (3) optimalisasi sistem pengelolaan pendidikan, (4) meningkatkan peran pendidikan non formal dalam pembangunan pendidikan, (5) memasyarakatkan olah raga dan pembinaan generasi muda, (6) peningkatan pemasyarakatan dan pembinaan olah raga dan generasi muda.
Berdasarkan arah kebijakan makro di atas, selanjutnya disdik Majalengka memiliki rencana strategis yang dijabarkan sebagai berikut, (1) peningkatan profesionalitas pendidikan dan tenaga kependidikan, (2) penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan rintisan wajib belajar 12 tahun, (3) pelaksanaan evaluasi, akreditasi dan sertifikasi pendidikan, serta (4) pengembangan dan pelaksanaan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP).
Dengan memperhatikan kebijakan di atas, pada dasarnya distribusi guru di Majalengka sudah terkaper, yakni pada poin kesatu, “perluasan dan pemerataan layanan pendidikan yang bermutu”. Dengan merujuk ranah tersebut, idealnya pemerataan distribusi guru di Majalengka sudah merata. Akan tetapi, kenyataan di lapangan malah sebaliknya.
Pemerataan Guru di Majalengka
Berdasarkan pengamatan, SD-SD di wilayah perkotaan di Majalengka kelebihan guru, sedangkan SD-SD di wilayah pedesaan dan terpencil kekurangan guru. Jika dirunut  faktor penyebab guru-guru tidak betah mengajar di wilayah pedesaan dan terpencil. Pertama, kesejahteraan yang diberikan Pemda terhadap guru di daerah sangat minim. Kedua, geografis yang sulit dijangkau kendaraan dan infrastruktur yang tidak mendukung. Ketiga, terjadinya stagnasi dalam sistem distribusi guru yang dilakukan oleh Pemda Majalengka.
Belum meratanya distribusi guru di Majalengka, ternyata bukan hanya milik Pemda Majalengka semata. Menurut kemendiknas (2010), selama ini distribusi guru di Indonesia tidak merata. Sebanyak 68 persen sekolah di kota kelebihan guru, sedangkan 37 persen sekolah di desa dan 66 persen sekolah di daerah terpencil kekurangan guru.
Potret buram distribusi guru tersebut, bukan saja melahirkan imbas buruk terhadap mutu pendidikan, juga menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan itu sendiri. Pertanyaannya, berapa lama kondisi ini akan tetap berlangsung?
Di lapangan banyak kasus yang mencuat, di antaranya penempatan guru-guru baru (CPNS SD) berupaya melobi pihak-pihak terkait agar tidak ditempatkan di wilayah pedesaan atau terpencil. Dampaknya, penempatan guru baru terjadi salah sasaran karena permainan oknum.  Maka yang terjadi eksistensi daftar I di sekolah tidak berfungsi. Di samping, terjadinya penumpukan guru di satu sekolah.
Keprihatinan lain berkaitan dengan masalah distribusi guru di Majalengka, yakni pernah terjadi kasus penempatan guru baru (CPNS SD) yang bersangkutan merupakan putra daerah asli dari wilayah pedesaan, tetapi ketika terjadi penempatan ia malah mendapat SK lintas kecamatan di wilayah perkotaan.
 Padahal ketika saya membaca akurasi daftar I dari UPTD Pendidikan di wilayah tempat tinggalnya, ternyata SD-SD di wilayah UPTD pendidikan itu masih kekurangan guru. Fenomena ini bagi saya melahirkan pertanyaan mendasar, Untuk apa fungsi Daftar I yang dibuat sekolah tiap bulan kalau masih demikian? Bukankah eksistensi daftar I memiliki fungsi  di antaranya untuk melihat validitas jumlah guru dan siswa di sebuah sekolah?
Catatan Akhir
Saya termasuk orang yang apresiasi terhadap program inspeksi mendadak (sidak) Disdik kabupaten Majalengka, Drs. H Sanwasi MM beberapa waktu lalu. Dengan kerendahan hati beliau menggunakan motor saat sidak. Sisi lain yang menarik, beliau keliling ke beberapa sekolah termasuk ke wilayah pegunungan yang notabene sangat sulit dilalui kendaraan.
Saya hanya berharap, semoga program sidak tersebut, bukan sekedar seremonial atau program mercusuar disdik semata. Implementasi sidak yang dilakukan disdik, mestinya memiliki imbas terhadap peta distribusi guru di kabupaten Majalengka kini dan mendatang.*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar