Menyoal
Distribusi Guru SD di Majalengka
Oleh Encon Rahman, S.Pd*)
Masih teringat statmen
kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Majalengka lima tahun lalu, H. Karna
Subahi MMPd di aula Disdik, dalam rangka
pembagian pra-SK CPNS SD tahun anggaran 2006 di Kabupaten Majalengka, “Saya
akan menempatkan tugas mengajar guru SD di Majalengka, berdasarkan lokasi yang
tidak jauh dari tempat tinggal guru yang bersangkutan. Strategi ini dimaksudkan agar mobilisasi guru
dalam mengajar lebih lancar!”
Pernyataan manis yang
disampaikan disdik, bagi saya merupakan “angin segar” dalam distribusi guru SD di
Majalengka. Pada saat itu saya mengapresiasinya dengan suka cita. Namun, seiring
perguliran waktu rencana strategis DR. H. Karna Subahi MMPd hanya tinggal kenangan.
Terlebih ketika beliau
menduduki jabatan Wakub. Wacana itu seakan lenyap ditelan bumi. Sementara itu, penerus
disdik Kabupaten Majalengka, baik Drs. H Rieswan Graha, MMPd maupun Drs. H
Sanwasi MM yang tengah menjabat, seakan tidak tertarik dengan wacana yang
pernah digulirkan disdik sebelumnya.
Jika saya mengkaji lebih
dalam tentang rencana strategis yang pernah dikemukakan DR. H. Karna Subahi
MMPd, mengenai pemerataan guru SD di Majalengka, bukan tanpa alasan. Fakta di
lapangan menggambarkan, ketika tempat tinggal guru SD berdekatan dengan lokasi
mengajar, frekuensi kehadiran guru yang bersangkutan sangat bagus. Berbeda jika
tempat tinggal guru ternyata jauh dari lokasi tugas.
Temuan serupa pernah saya
saksikan, beberapa rekan guru SD yang bertempat tinggal jauh dari lokasi
mengajar atau lintas kecamatan, mereka “terpaksa” absen mengajar karena
terhalang hujan lebat dan kondisi jalan menuju sekolah yang tidak bersahabat.
Kondisi demikian menyebabkan aktivitas guru untuk mengajar menjadi terhambat.
Realita di atas, pada
akhirnya merupakan tantangan tersendiri bagi kalangan guru SD dan pemangku
kepentingan di Majalengka. Selanjutnya tulisan ini akan membahas tentang
bagaimana kebijakan disdik terhadap distribusi guru SD di Kabupaten Majalengka?
Apakah pemerataan guru SD antara perkotaan dan pedesaan di wilayah Majalengka
sudah merata?
Kebijakan
Disdik Majalengka
Secara garis besar kebijakan
Dinas Pendidikan Majalengka tahun 2009-2014 dalam menyelenggarakan pendidikan
pada dasarnya memfokuskan empat komponen, yaitu (1) perluasan dan pemerataan
layanan pendidikan yang bermutu, (2) peningkatan mutu pembelajaran, (3)
perbaikan kapasitas dan manajemen pendidikan, serta (4) efesien, efektifitas,
dan relevansi pendidikan (Andika, 6 April 2010).
Selanjutnya, dari keempat
komponen itu, Dinas Pendidikan Majalengka menetapkan arah kebijakan antara
lain, (1) meningkatkan pemerataan dan kesempatan memperoleh pendidikan, (2)
meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, (3) optimalisasi sistem pengelolaan
pendidikan, (4) meningkatkan peran pendidikan non formal dalam pembangunan
pendidikan, (5) memasyarakatkan olah raga dan pembinaan generasi muda, (6)
peningkatan pemasyarakatan dan pembinaan olah raga dan generasi muda.
Berdasarkan arah kebijakan
makro di atas, selanjutnya disdik Majalengka memiliki rencana strategis yang
dijabarkan sebagai berikut, (1) peningkatan profesionalitas pendidikan dan
tenaga kependidikan, (2) penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan
rintisan wajib belajar 12 tahun, (3) pelaksanaan evaluasi, akreditasi dan
sertifikasi pendidikan, serta (4) pengembangan dan pelaksanaan Kurikulum Satuan
Tingkat Pendidikan (KTSP).
Dengan memperhatikan
kebijakan di atas, pada dasarnya distribusi guru di Majalengka sudah terkaper,
yakni pada poin kesatu, “perluasan dan pemerataan layanan pendidikan yang
bermutu”. Dengan merujuk ranah tersebut, idealnya pemerataan distribusi guru di
Majalengka sudah merata. Akan tetapi, kenyataan di lapangan malah sebaliknya.
Pemerataan
Guru di Majalengka
Berdasarkan pengamatan, SD-SD
di wilayah perkotaan di Majalengka kelebihan guru, sedangkan SD-SD di wilayah
pedesaan dan terpencil kekurangan guru. Jika dirunut faktor penyebab guru-guru tidak betah
mengajar di wilayah pedesaan dan terpencil. Pertama, kesejahteraan yang
diberikan Pemda terhadap guru di daerah sangat minim. Kedua, geografis yang
sulit dijangkau kendaraan dan infrastruktur yang tidak mendukung. Ketiga,
terjadinya stagnasi dalam sistem distribusi guru yang dilakukan oleh Pemda Majalengka.
Belum meratanya distribusi
guru di Majalengka, ternyata bukan hanya milik Pemda Majalengka semata. Menurut
kemendiknas (2010), selama ini distribusi guru di Indonesia tidak merata.
Sebanyak 68 persen sekolah di kota kelebihan guru, sedangkan 37 persen sekolah
di desa dan 66 persen sekolah di daerah terpencil kekurangan guru.
Potret buram distribusi guru
tersebut, bukan saja melahirkan imbas buruk terhadap mutu pendidikan, juga menyebabkan
rendahnya kualitas pendidikan itu sendiri. Pertanyaannya, berapa lama kondisi
ini akan tetap berlangsung?
Di lapangan banyak kasus
yang mencuat, di antaranya penempatan guru-guru baru (CPNS SD) berupaya melobi
pihak-pihak terkait agar tidak ditempatkan di wilayah pedesaan atau terpencil. Dampaknya,
penempatan guru baru terjadi salah sasaran karena permainan oknum. Maka yang terjadi eksistensi daftar I di
sekolah tidak berfungsi. Di samping, terjadinya penumpukan guru di satu
sekolah.
Keprihatinan lain berkaitan
dengan masalah distribusi guru di Majalengka, yakni pernah terjadi kasus
penempatan guru baru (CPNS SD) yang bersangkutan merupakan putra daerah asli dari
wilayah pedesaan, tetapi ketika terjadi penempatan ia malah mendapat SK lintas
kecamatan di wilayah perkotaan.
Padahal ketika saya membaca akurasi daftar I dari
UPTD Pendidikan di wilayah tempat tinggalnya, ternyata SD-SD di wilayah UPTD pendidikan
itu masih kekurangan guru. Fenomena ini bagi saya melahirkan pertanyaan
mendasar, Untuk apa fungsi Daftar I yang dibuat sekolah tiap bulan kalau masih
demikian? Bukankah eksistensi daftar I memiliki fungsi di antaranya untuk melihat validitas jumlah
guru dan siswa di sebuah sekolah?
Catatan
Akhir
Saya termasuk orang yang
apresiasi terhadap program inspeksi mendadak (sidak) Disdik kabupaten Majalengka,
Drs. H Sanwasi MM beberapa waktu lalu. Dengan kerendahan hati beliau
menggunakan motor saat sidak. Sisi lain yang menarik, beliau keliling ke
beberapa sekolah termasuk ke wilayah pegunungan yang notabene sangat sulit
dilalui kendaraan.
Saya hanya berharap, semoga program
sidak tersebut, bukan sekedar seremonial atau program mercusuar disdik semata. Implementasi
sidak yang dilakukan disdik, mestinya memiliki imbas terhadap peta distribusi
guru di kabupaten Majalengka kini dan mendatang.*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar