Translate

Jumat, 14 September 2012

Peran Bimbel dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan


Peran Bimbel dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Oleh Encon Rahman, S.Pd*)


Dewasa ini bimbingan belajar (Bimbel) sangat menjamur. Di kota-kota besar, bimbel merupakan irisan pendidikan yang khas. Ciri khas inilah yang menyebabkan bimbel banyak diserbu siswa. Terlebih menjelang ujian Nasional (UN) atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Bimbel menjadi primadona. Pesona bimbel memang luar biasa. Dari sisi pendidikan, bimbel mampu mendorong dinamika pendidikan. Sedangkan dari sisi bisnis, bimbel mampu menjaring lipatan uang yang luar biasa.
Tengok saja misalnya, bimbel milik Purdi E. Chandra yang dikenal sebagai pengusaha yang sukses dibidang lembaga bimbel Primagama. Lewat Primagama Purdi sukses sehingga mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia. Tidak kurang 100 ribu siswa tiap tahun belajar di Primagama. Kini Primagama menjadi perusahaan holding company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan.
Kehadiran bimbel disadari atau tidak telah menjadi irisan tak terpisahkan dari hiruk pikuk dunia pendidikan kita. Menengok agresivitas bimbel yang semakin dinamis di era global sekarang ini, melahirkan pertanyaan mendasar, apakah benar eksistensi bimbel membantu perkembangan pendidikan siswa Indonesia, atau hanya sekedar fatamorgana pendidikan yang hanya meraup untung semata?
 Tiga Aspek
Dalam ranah pendidikan nasional, kita mengenal tiga aspek yang menjadi pedoman guru dalam mendidik siswa, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif adalah upaya guru dalam mengukur kemampuan siswa dalam memahami pelajaran.
Sedangkan, ranah afektif adalah strategi guru dalam mengukur perubahan tingkah laku. Pengukuran ranah afektif tidak semudah mengukur ranah kognitif. sebab pengukuran afektif siswa, tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku yang bersangkutan yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Selanjutnya, ranah psikomotor adalah pengukuran terhadap hasil belajar berupa penampilan. Pada umumnya untuk mengukur ranah psikomotor dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus.
Ketiga aspek di atas, dalam proses selanjutnya harus melahirkan pembelajaran yang komprehensif. Artinya, hasil pembelajaran yang diperoleh siswa sebaiknya menggambarkan keadaan siswa secara keseluruhan seperti kecerdasan, sikap, pribadi, sosial dan sebagainya. Dengan kata lain, kewajiban seorang guru dalam mengajar adalah memadukan ketiga aspek itu sebagai kejaran utama.
Adanya Ketimpangan  
Sejak awal eksistensinya, bimbel bukan semata-mata sebagai lembaga yang mendorong ketiga ranah pendidikan menjadi padu. Bimbel cenderung hanya membangun aspek kognitif saja. Kondisi ini dimaklumi sebab output utama bimbel, yaitu siswa mampu menjawab tes atau evaluasi UN atau SNMPTN semata.  Sehingga siswa yang bersangkutan bisa diterima di perguruan tinggi negeri yang menjadi idamannya.
Kejaran inilah yang mendorong sebagian besar pakar pendidikan kerap menuding miring tentang kehadiran bimbel. Mereka beranggapan bimbel hanya lembaga pendidikan yang berkedok mencari keuntungan semata. Menurut mereka, bimbel sebenarnya hanya membantu siswa dalam proses strategi memecahkan soal-soal yang mungkin akan keluar pada saat UN atau SNMPT saja. Sedangkan aspek yang lainnya diabaikan.
Dengan demikian, pembelajaran bimbel tidak memiliki irisan yang utuh dari ketiga ranah tujuan pendidikandi atas. Bimbel pada dasarnya hanya membantu siswa dalam proses strategi dalam memecahkan evaluasi sebagai tindak lanjut terakhir dalam pendidikan. Sementara itu, banyak pula orang tua yang mengeluhkan biaya bimbel tidak terjangkau alias mahal. Sehingga banyak siswa yang tidak bisa menikmati eksistensi bimbel.
Bagi siswa miskin, bimbel hanya impian. Karenanya, banyak siswa miskin yang merebut peluang PTN tanpa menikmati bimbel. Kalaupun pihak bimbel berdalih, bimbel juga milik siswa marginal, dengan bukti bimbel selalu melakukan tryout gratis menjelang UN atau SNMPTN. Namun, masyarakat kecandung paham tryout gratis hanya sebuah layanan marketing dalam menjaring calon siswa pasca tryout.
Idealisme dan Binis
Eksistensi bimbel dalam dunia pendidikan kita menjadi simalakama. Pada satu sisi, bimbel mendorong siswa berperan dalam proses tindal lanjut pendidikan, yaitu evaluasi. Namun, pada sisi lain bimbel tidak mengajarkan hakikat pendidikan itu sendiri, yakni aspek psikomotor, kognitif dan afektif.
Sebagaimana kita pahami, tujuan  utama pendidikan nasional bukan mengejar nilai semata. Angka yang diperoleh siswa hanya bagian terkecil dari prosesi pendidikan. Itulah sebabnya, dalam penguatan nilai-nilai pendidikan seperti peningkatan kedewasaan, keutuhan mentalitas siswa,  pengembangan karakter kuat, dan estapet budaya merupakan  penjawantahan yang tidak bisa ditolak.
Sekolah sebagai lembaga budaya menjadi muara dalam pengembangan unsur-unsur tersebut. Maka kehadiran bimbel yang hanya memiliki orientasi angka kelulusan, menjadi paradok yang memprihatinkan. Betapa tidak, potret buram seperti ini dapat kita saksikan beberapa tahun terakhir, misalnya ketika seorang siswa SMU tidak lulus UN dengan mudah ia melakukan bunuh diri.
Rendahnya mentalitas para pelajar kita, menaruhkan kepiluan yang amat sangat. Betapa sedihnya nasib generasi bangsa ini ke depan, jika tujuan utama dari finishing pendidikan hanya mengejar kelulusan dan nilai angka saja. (*)

Biodata Penulis
Contak Person Encon Rahman HP 081 3131 789 79 (simpati).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar