Translate

Jumat, 14 September 2012

Untung Rugi Pelaksanaan Merger SD


Untung Rugi Pelaksanaan Merger Sekolah Dasar
Encon Rahman*)


            Rencana Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Majalengka yang akan menggabungkan (merger) dua atau lebih sekolah dasar dengan alasan efesiensi anggaran rehabilitasi menarik untuk kita cermati. Meskipun wacana ini mendapat respon positif dari anggota Komisi D DPRD Majalengka, Asep Saepudin ST dan Wagub DR. H. Karna Subahi MMPd sebagaimana diberitakan Radar (17-18/2) realisasi merger perlu dikaji lebih mendalam.
            Wacana merger sekolah di kabupaten Majalengka bukan hal baru. Sebagaimana disampaikan mantan Disdik, Karna Sobahi realisasi merger pernah dilakukan. Gagasannya lahir sejak ada program Basic Education Project (BEP) dari World Bank (Bank Dunia) untuk pendidikan tahun 1998. Salah satu contoh SD yang dimerger saat beliau menjabat adalah SD Negeri Cijati Majalengka.
            Berdasarkan data dari Disdik, jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kabupaten Majalengka sebanyak 62 sekolah sedangkan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 832, dengan rincian 44 SD di Kecamatan Majalengka,  28 di Kecamatan Kadipaten, 25 di Kecamatan Dawuan, 30 di Kecamatan Kasokandel, 33 di Kecamatan Kertajati, 34 di Kecamatan Jatitujuh, 45 di Kecamatan Lingung, 60 di Kecamatan Jatiwangi,
Selanjutnya 41 di Kecamatan Sumberjaya, 37 di Kecamatan Leuwimunding, 30 di Kecamatan Rajagaluh, 28 di Kecamatan Sukahaji, 11 di Kecamatan Sindang, 38 di Kecamatan Maja, 26 di Kecamatan Argapura, 33 di Kecamatan Talaga,
Berikutnya 39 di Kecamatan Cikijing, 28 di Kecamatan bantarujeg, 28 di Kecamatan Malausma, 42 di Kecamatan Lemah Sugih, 22 di Kecamatan Cigasong, 18 di Kecamatan Panyingkiran, 33 di Kecamatan Palasah, 23 di Kecamatan Sindangwangi, 18 di Kecamatan Banjaran, dan 29 di Kecamatan Cingambul.
KEUNTUNGAN MERGER
Dengan mengacu pada jumlah SD yang tersebar di kab. Majalengka seraya menyisir kondisi demografi SD-SD yang notabene mayoritas berada di wilayah pegunungan, setidaknya wacana merger di Majalengka melahirkan untung rugi. Keuntungan yang dimaksud. Pertama, adanya efesiensi anggaran rehabilitasi. Dengan adanya merger sudah bisa dipastikan anggaran perbaikan sekolah akan mengalami efesiensi. Kondisi ini sejalan dengan realita bangunan sekolah yang dimerger.
Kedua, perampingan kepala sekolah. Dengan adanya merger disinyalir pimpinan sekolah akan mengalami perampingan. Perampingan kepala sekolah tentu saja nilai baik, apabila manajerial  yang bersangkutan bagus. Namun sebaliknya, jika leadhership kepala sekolah rendah akan berakibat fatal bagi perkembangan organisasi sekolah itu sendiri.
Ketiga, perampirang guru kelas. Dengan merger akan mendorong terjadinya perampingan guru kelas. Kondisi ini nilai positif bagi kondusivitas sistem mengajar dan distribusi guru.  Meskipun demikian, jumlah siswa dari dua sekolah yang dimerger menjadi acuan apakah mengajar lebih efektif atau sebaliknya. Sebab, idealnya jumlah siswa SD satu kelas di Kab. Majalengka maksimalnya harus berjumlah 28 siswa.
Keempat, terpusat pada satu titik wilayah. Dengan merger segala aktivitas akan terpusat pada satu tempat. Kondisi ini tentu saja sangat memudahkan dalam melaksanakan aktivitas proses belajar mengajar (PBM). Dengan kata lain, merger bisa menguntungkan bagi eksistensi dunia pendidikan dasar kita.
Menyingkapi sederet kajian keuntungan jika SD-SD di merger, kita dapat menyimpulkan wacana merger merupakan langkah strategis dalam memperbaiki kondisi pendidikan di kabupaten Majalengka. Di samping merupakan terobosan baru dalam menindaklanjuti konsep yang pernah digulirkan sebelumnya.
            KERUGIAN MERGER
Sementara itu, sederet analisis kerugian dengan adanya rencana merger dapat dikemukakan sebagai berikut.  Pertama,  merger membutuhkan pemikiran serius dalam penanganannya. Diyakini proses hukum dan politik dalam irisan merger sangat kental. Betapa tidak, status kepemilikan tanah dan bangunan sekolah, dalam prosesnya akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
            Pemangku kepentingan yang dimaksud diantaranya, Disdik, DPRD khususnya komisi D yang menangani masalah pendidikan, Pemerintah Daerah dalam kaitan ini pemerintahan desa juga kepala UPTD serta warga sekolah di dalamnya.
            Kedua, rendahnya daya serap guru. Sebagaimana diungkapkan pada awal tulisan, perampingan guru pada satu sisi dapat mengefektifkan eksistensi guru. Namun, di sisi lain kondisi ini mengancam stabilitas guru itu sendiri. Beranjak dari kondisi itu, wajar jika guru sukwan merasa was-was dengan adanya wacana merger. Bagaimana pun keberadaan mereka sangat lemah. Dalam tataran kebijakan manajerial, guru sukwan akan menjadi korban pertama dalam perampingan guru di sekolah merger. Selanjutnya diikuti oleh guru-guru PNS yang dinilai “bermasalah”.
            Ketiga, tatanan inventaris lembaga. Salah satu kerugian yang akan timbul dengan adanya merger adalah pengelembungan nilai inventaris lembaga. Diprediksi hasil “gona gini merger” merupakan pemicu lahirnya  kehilangan berbagai inventaris. Dalam prakteknya, inventaris sekolah yang terlalu gemuk akan ”menguap” entah kemana. Pertanggungjawaban ini perlu dicermati dengan seksama sejak dini.
            Wacana merger merupakan salah satu langkah strategis dan visioner Disdik Majalengka. Meskipun demikian, dalam proses pelaksanaannya jangan sampai merugikan berbagai pihak. Pemetaan secara komprehensif dan tidak tergesah-gesah merupakan langkah awal dalam proses merger.
            Di samping itu, yang paling utama dalam pelaksanaan merger yakni tidak boleh ada kebijakan politik status quo. Sebab dalam tatanan ini kepala UPTD kecamatan menjadi rekomendasi awal dalam penanganan merger. Itikad baik kepala UPTD sangat dipertaruhkan dalam kaitan ini.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar