Menjelang tahun baru Masehi,
kita sering menyaksikan hiruk pikuk masyarakat saat menyambut pergantian tahun. Televisi, radio, koran, majalah dan sejenisnya pun
berlomba menyajikan budaya pergantian tahun. Masing-masing seakan ingin
berpartisipasi mempersembahkan sesuatu yang terbaik pada awal tahun.
Kebiasaan
masyarakat menyambut tahun baru Masehi di negeri ini seperti ritual. Di
perkotaan, masyarakat kota berbondong-bondong ke luar rumah sekedar ingin
menikmati suasana malam menjelang tahun baru. Sebagian dari mereka, berjalan
kaki seraya meniup terompet. Menuju mall, alun-alun dan tempat hiburan.
Masyarakat bergerombol, tanpa tujuan yang jelas. Sebagian lagi, membawa
kendaraan menuju tempat rekreasi hingga dini hari.
Jalan-jalan
utama di perkotaan umumnya macet total oleh komunitas yang ingin menyambut
tahun baru. Kita menyaksikan, pergantian tahun Masehi ibarat magnet budaya.
Maksudnya, perilaku masyarakat menjelang tahun baru Masehi, kerap berbeda
dengan tingkah laku mereka dalam keseharian.
Mereka cenderung melampiaskan kegembiraan dengan model yang
kadang-kadang melanggar norma dan etika. Dampaknya, tahun baru Masehi menjadi ajang huru hara, tindak
kriminal, dan pelampiasan syahwat. Maka, tak heran jika lembaran tahun baru
sering dinodai oleh degradasi moral dan tingkah laku yang memprihatinkan
berbagai kalangan.
Kondisi
serupa terjadi pula di pedesaaan. Bedanya, jika di desa merayakan tahun baru
Masehi cenderung lebih sederhana. Umumnya, warga desa melakukan pawai keliling
seraya membawa obor diiringi alat musik seadanya yang tetap gaduh sepanjang
jalan yang dilewati. Atau, mereka hanya menonton sajian acara televisi di rumah
masing-masing. Sebagian besar, mereka lebih banyak menghabiskan waktu tahun
baru di tempat tidur, karena diyakini pekerjaan besok pagi diladang lebih
menantang.
Potret
masyarakat dalam menyambut tahun baru Masehi tidak pernah luntur. Budaya itu
dikukuhkan pula oleh gencarnya informasi yang dikemas media elektronik yang
menawan. Panggung hiburan, baik lokal maupun nasional kerap digelar diberbagai
tempat. Pada malam itu, masyarakat seolah dimanjakan. Dimana-mana hiburan
menjamur bak di musim hujan, mulai hiburan gratis hingga beli karcis.
Kenyataan
menunjukkan, masyarakat kita rela begadang semalam suntuk sekedar menjadi saksi
pergantian tahun Masehi pada pukul 00.00 waktu setempat, seraya berdecak kagum
melihat kembang api yang bertaburan menghiasi temaramnya malam, baik di sekitar
tempat tinggalnya, maupun via media elektronik di berbagai belahan dunia.
Lupakah
kita terhadap tata nilai yang pernah ajarkan Rasulullah dalam menyingkapi
pergantian tahun? Senangkah kita berduyun-duyun di tengah kerumunan tanpa dasar
yang jelas dalam menikmati hari. Sementara, sisa usia semakin berkurang?
Sisi
Budaya yang Hilang
Memperhatikan
perilaku masyarakat
dalam menghadapi pergantian tahun Masehi, ada sisi budaya yang hilang dari
bingkai dasar negeri ini. Bingkai dasar itu adalah mengelola waktu. Waktu menurut Quraish Shihab memiliki empat makna. Pertama,
dahr. Maksudnya, segala sesuatu pernah tiada, dan keberadaannya menjadikan ia
terikat oleh waktu. Hal itu sebagaimana tercermin dalam QS. Al-Jatsiyah: 24,”Dan
mereka berkata: kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita
mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa,” dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.”
Kedua, ajal. Maksudnya, segala sesuatu ada batas waktu
berakhirnya, sehingga tidak ada yang langgeng dan abadi kecuali Allah Swt., sendiri. “Tiap-tiap
umat memiliki ajal (waktunya). Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka
tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya.” (QS.
Yunus: 49).
Ketiga, waqt. Makna ini menunjukkan batas akhir kesempatan atau peluang untuk
menyelesaikan sesuatu. Keempat, ‘Ashr. Makna ini memberi kesan bahwa
saat-saat yang dialami oleh manusia harus diisi dengan kerja memeras keringat dan pikiran.
Dari
keempat makna waktu di atas, kita dapat menarik garis simpul, sesungguhnya waktu
merupakan kumpulan butiran mutiara. Butiran mutiara ini, akan terasa manfaatnya
jika kita memahami fungsi dan faedahnya. Tetapi, kondisi ini akan terjadi
sebaliknya, bila mutiara yang Allah titipkan kepada kita hanya sebagai asesoris
biasa.
Rekam
Jejak
Berbeda
dengan hiruk pikuk pergantian tahun Masehi. Pergantian tahun Hijriah terasa
sepi. Baik, secara publikasi media (cetak dan elektronik) maupun sambutan dari
pemilik tahun yaitu muslim. Kita tidak pernah peduli terhadap pergantian tahun
Hijriah. Bahkan kehadirannya pun kerap terlupakan oleh berbagai kesibukan.
Padahal kalender Hijriah bukan semata penanggalan biasa. Kelahirannya memiliki
makna yang patut direnungi oleh segenap muslim.
Mengapa demikian?
Penetapan
pergantian tahun Hijriah sarat dengan historis. Berikut catatan historis itu,
awalnya para sahabat berdebat bagaimana cara menentukan awal tahun baru Islam.
Ada yang berpendapat, sebaiknya dimulai dengan lahirnya Nabi Muhammad Saw., tapi, usulan ini
ditolak lantaran dikhawatirkan akan menimbulkan kultus individu. Usulan
berikutnya, dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad Saw.
Lagi-lagi
usulan ini ditolak, dengan alasan dikhawatirkan akan menimbulkan suasana duka
cita dikalangan umat Islam.
Akhirnya, Umar bin Khatthab mengusulkan agar penentuan tahun baru Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw., dari Mekkah ke Madinah. Usulan ini ternyata disetujui para sahabat Rasulullah.
Akhirnya, Umar bin Khatthab mengusulkan agar penentuan tahun baru Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw., dari Mekkah ke Madinah. Usulan ini ternyata disetujui para sahabat Rasulullah.
Ringkasnya,
penetapan tahun baru Islam tidak dimulai dari kelahiran atau kematian Nabi.
Bukan juga dari kemenangan umat Islam dalam peperangan. Tetapi, kalender Islam
dimulai dari awal perubahan, yaitu hijrahnya Rasulullah. Dengan demikian, tahun
baru Islam esensinya adalah mengingatkan umat Muslim setiap tahun tentang
pengorbanan dan perubahan.
Perubahan
merupakan bagian dari siklus kehidupan. Oleh karena itu, perubahan memiliki
muatan tata nilai. Adapun tata nilai yang diajarkan Rasulullah dalam
menyingkapi pergantian tahun. Pertama, selalu berlindung kepada Allah.
Tidak dipungkiri, pergantian tahun kerap menjadi ladang hura-hura. Pesta. Dan
sarana mengumbar syahwat. Karena itu, kita berlindung kepada Allah sebagaimana
Alquran mengajarkan, “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka
berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Araf : 200).
Kedua, menghindari sikap lalai. Makna lalai menurut bahasa
artinya, lengah, tidak menghindahkan kewajiban, lupa karena asyik melakukan
sesuatu. Sebagai contoh, menjelang tahun baru Masehi biasanya banyak di antara
kita yang terjebak oleh sikap lalai. Sikap itu tercermin ketika mengikuti irama
pergantian tahun. Misalnya, ketika adzan Isya berkumandang, kita tidak lekas
pergi salat ke mesjid, tetapi tetap asyik di depan TV karena acara yang
disajikan mengenai tayangan suasana dipelbagai sudut kota menjelang tahun baru.
Ini merupakan contoh perbuatan lalai. Padahal Allah berfirman, “...janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-Araf: 205).
Ketiga, pergantian tahun merupakan bingkai pelajaran.
Setidaknya pergantian tahun harus menjadi cermin dalam menentukan langkah di
masa yang akan datang. Hari ini kita berupaya lebih baik dari hari kemarin.
Sebab kemarin sebuah kenangan, hari ini kenyataan dan esok baru impian. Karena
itu, menata hari dengan memperbaiki diri merupakan bagian tak terpisahkan dari
rotasi pergantian tahun. Sebagaimana Allah Swt., Berfirman,” “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan
siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang
ingin bersyukur.” (QS. Al Furqon: 62).
Pergantian
tahun merupakan butiran mutiara. Karenanya, jangan biarkan mutiara milik kita
tak bermakna. Allah Swt., sudah mengingatkan, betapa pentingnya menggunakan
butiran mutiara sebagai bekal untuk hari esok,”Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).
Catatan
Akhir
Perjalanan tahun Hijriah dan
Masehi sudah kita nikmati. Mari kita
syukuri kehadirannya dengan segudang harap. Semoga tahun ini menjadi cikal
bakal, dalam meningkatkan pendekatan diri pada
Illahi Robbi. Bukan sebaliknya, pergantian tahun membuat kita jauh dari
hidayah-Nya. Apalagi jika pergantian tahun malah menjadi corong kemaksiatan. Nauzubillah!
Perjalanan tahun adalah milik kita. Maka, baik buruk perjalanan tahun
tergantung pada sikap kita dalam menyiasatinya. Semoga kita termasuk orang yang
tidak terpukau oleh ‘fatamorgana’ dan ‘senda guraunya’ perjalanan tahun.
Wallahu’alam bis shawab **
8BitCasino Review - Play Safe and Securely - DrMCD
BalasHapus8BitCasino review 통영 출장안마 by expert software 문경 출장샵 provider DrMCD. Find out how to 속초 출장샵 get bonuses, banking options 여주 출장안마 and games, as 광주광역 출장마사지 well as bonuses.