Translate

Jumat, 14 September 2012

Potret Buram Dunia Pendidikan Kita


Potret Buram Dunia Pendidikan Kita
Oleh: Encon Rahman, S.Pd*)


Ujian Nasional (UN) sudah berakhir. Namun, berakhirnya UN tahun ini menyisakan kepedihan. Kepedihan yang dimaksud, yakni terbongkarnya contek masal beberapa waktu lalu yang dilakukan siswa tingkat dasar pada saat melaksanakan UN. Dengan terbongkarnya contek masal, disinyalir menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan kita. Betapa tidak, perbuatan ‘nista’ ini menjadi bumerang bagi keberlangsungan dunia pendidikan di negeri ini.
Dunia pendidikan sebagai wahana pengembangan dan peningkatan potensi anak, akhirnya ternodai oleh perilaku sistem yang memalukan. Guru dalam kaitan ini menjadi objek penderita. Sementara anak didik menjadi korban dari tekanan sistem. Jika merunut waktu, sudah sejak lama guru tak berdaya menghadapi tekanan sistem yang ada.
Wajib belajar sembilan tahun (Wajar) bukan saja bagus di satu sisi, juga jelek di sisi lain. Bagus dalam makna sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia untuk berkembang. Sedangkan jelek dalam arti lembaga pendidikan (baca: sekolah) “terpaksa” meluluskan anak yang belum layak lulus pada jenjang berikutnya demi tercapainya target wajar sembilan tahun tersebut.
Kondisi tersebut ironis. Tapi apa boleh buat. Tuntutan dan tekanan dari target kelulusan siswa 100% kerap menjadi dilema bagi warga sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru. Jika tidak mencapai target, kepala sekolah dianggap tidak mampu memimpin sekolah. Sedangkan guru dianggap tidak mampu mengajar.
Namun jika guru menyatakan apa adanya tentang kemampuan siswa, maka guru dianggap tidak loyal terhadap pimpinan. Pimpinan yang dimaksud bukan sekedar kepala sekolah. Melainkan pengawas sekolah, kepala UPTD kecamatan, kepala dinas kabupaten hingga kepala kepala daerah.
Dengan kata lain, tekanan sistem yang ada dari hulu sampai hilir serta target yang dipatok oleh sistem yang tidak realistis, yakni anak wajib lulus seratus persen tanpa kecuali mendorong guru melakukan manipulasi dan terpaksa merendahkan harga diri. Contek masal adalah bukti ketidakberdayaan guru menghadapi tekanan sistem yang dimaksud.

Membangun Kejujuran
Sebagai seorang pendidik, saya merasa prihatin dengan temuan contek masal yang menghebohkan itu. Contek masal merupakan bukti lemahnya kualitas pendidikan kita. Meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muh. Nuh serta merta menunjukkan fakta-fakta tak terbukti di depan publik, namun masyarakat sudah terlanjur mencap potret buram pada dunia pendidikan kita.
 Berbicara tentang potret buram, sebenarnya bukan hanya contek masal. Banyak hal lain yang sangat esensi untuk dibenahi dalam dunia pendidikan kita, di antaranya nilai kejujuran. Membangun kejujuran identik dengan membangun jatidiri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan oleh sejumlah nilai etis yang dimilikinya berupa pola pikir, sikap dan perilakunya.
Kondisi ini sejalan dengan dengan pasal 1 UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Merujuk pada catatan di atas, kita pahami pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana sebagai upaya mengembangkan potensi anak dalam membangun nilai-nilai estetika dan etika. Atau dengan ungkapan lain, melaksanakan pendidikan bukan pekerjaan asal-asalan.
Dengan demikian, dalam dunia pendidikan, hasil atau output bukan tujuan utama. Idealnya, proses pencapaian hasil itulah yang menjadi pegangan utama para pendidik di negeri ini. Namun, harapan itu tinggal harapan. Hampir bisa dipastikan, virus instan tengah merebak pondasi negeri ini sehingga nilai-nilai karakter pendidikan kita menjadi rendah.
Rendahnya nilai karakter, telah memunculkan wacana pendidikan karakter. Setidaknya menurut Kementerian Pendidikan Nasional akan ditanamkan 18 nilai-nilai karakter di lembaga pendidikan yang akan dikembangkan di negeri ini. Pendidikan karakter ini secara konkrit akan diimplementasikan mulai tahun pelajaran baru 2011-2012.
1.    Nilai religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.    Jujur yaitu perilaku yang dilaksanakan sebagai upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.    Toleran. Artinya, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.    Disiplin. Maksudnya, tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.    Kerja keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasai berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
6.    Kreatif maksudnya berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.    Mandiri artinya  sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.    Demokratis : cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.    Rasa ingin tahu maksudnya sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat kebangsaan : cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta tanah air artinya cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12. Menghargai prestasi artinya sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif maksudnya tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta damai : sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar membaca maksudnya kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan : sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi.
17. Peduli sosial maksudnya sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggungjawab artinya sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia laksanakan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan  (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan yang mahaesa.
Kita berharap lahirnya 18 butir pendidikan karakter yang tengah diimplementasikan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional menjadi salah satu pilar agar tidak terjadi degradasi moral anak bangsa.(*)

*) Penulis : Pengamat pendidikan dan sosial tinggal di Majalengka.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar