Potret
Buram Dunia Pendidikan Kita
Oleh: Encon Rahman, S.Pd*)
Ujian Nasional (UN) sudah
berakhir. Namun, berakhirnya UN tahun ini menyisakan kepedihan. Kepedihan yang
dimaksud, yakni terbongkarnya contek masal beberapa waktu lalu yang dilakukan
siswa tingkat dasar pada saat melaksanakan UN. Dengan terbongkarnya contek
masal, disinyalir menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan kita. Betapa
tidak, perbuatan ‘nista’ ini menjadi bumerang bagi keberlangsungan dunia
pendidikan di negeri ini.
Dunia pendidikan sebagai wahana
pengembangan dan peningkatan potensi anak, akhirnya ternodai oleh perilaku
sistem yang memalukan. Guru dalam kaitan ini menjadi objek penderita. Sementara
anak didik menjadi korban dari tekanan sistem. Jika merunut waktu, sudah sejak
lama guru tak berdaya menghadapi tekanan sistem yang ada.
Wajib belajar sembilan tahun
(Wajar) bukan saja bagus di satu sisi, juga jelek di sisi lain. Bagus dalam
makna sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia untuk
berkembang. Sedangkan jelek dalam arti lembaga pendidikan (baca: sekolah)
“terpaksa” meluluskan anak yang belum layak lulus pada jenjang berikutnya demi tercapainya
target wajar sembilan tahun tersebut.
Kondisi tersebut ironis.
Tapi apa boleh buat. Tuntutan dan tekanan dari target kelulusan siswa 100%
kerap menjadi dilema bagi warga sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru.
Jika tidak mencapai target, kepala sekolah dianggap tidak mampu memimpin
sekolah. Sedangkan guru dianggap tidak mampu mengajar.
Namun jika guru menyatakan
apa adanya tentang kemampuan siswa, maka guru dianggap tidak loyal terhadap
pimpinan. Pimpinan yang dimaksud bukan sekedar kepala sekolah. Melainkan
pengawas sekolah, kepala UPTD kecamatan, kepala dinas kabupaten hingga kepala
kepala daerah.
Dengan kata lain, tekanan
sistem yang ada dari hulu sampai hilir serta target yang dipatok oleh sistem
yang tidak realistis, yakni anak wajib lulus seratus persen tanpa kecuali mendorong
guru melakukan manipulasi dan terpaksa merendahkan harga diri. Contek masal
adalah bukti ketidakberdayaan guru menghadapi tekanan sistem yang dimaksud.
Membangun
Kejujuran
Sebagai seorang pendidik,
saya merasa prihatin dengan temuan contek masal yang menghebohkan itu. Contek
masal merupakan bukti lemahnya kualitas pendidikan kita. Meskipun Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muh. Nuh serta merta menunjukkan fakta-fakta tak
terbukti di depan publik, namun masyarakat sudah terlanjur mencap potret buram
pada dunia pendidikan kita.
Berbicara tentang potret buram, sebenarnya
bukan hanya contek masal. Banyak hal lain yang sangat esensi untuk dibenahi dalam
dunia pendidikan kita, di antaranya nilai kejujuran. Membangun kejujuran
identik dengan membangun jatidiri seseorang yang telah terbentuk dalam proses
kehidupan oleh sejumlah nilai etis yang dimilikinya berupa pola pikir, sikap
dan perilakunya.
Kondisi ini sejalan dengan
dengan pasal 1 UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Merujuk pada catatan di
atas, kita pahami pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana sebagai upaya
mengembangkan potensi anak dalam membangun nilai-nilai estetika dan etika. Atau
dengan ungkapan lain, melaksanakan pendidikan bukan pekerjaan asal-asalan.
Dengan demikian, dalam dunia
pendidikan, hasil atau output bukan tujuan utama. Idealnya, proses pencapaian
hasil itulah yang menjadi pegangan utama para pendidik di negeri ini. Namun,
harapan itu tinggal harapan. Hampir bisa dipastikan, virus instan tengah
merebak pondasi negeri ini sehingga nilai-nilai karakter pendidikan kita
menjadi rendah.
Rendahnya nilai karakter, telah
memunculkan wacana pendidikan karakter. Setidaknya menurut Kementerian
Pendidikan Nasional akan ditanamkan 18 nilai-nilai karakter di lembaga
pendidikan yang akan dikembangkan di negeri ini. Pendidikan karakter ini secara
konkrit akan diimplementasikan mulai tahun pelajaran baru 2011-2012.
1. Nilai
religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
yaitu perilaku yang dilaksanakan sebagai upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleran.
Artinya, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin.
Maksudnya, tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja
keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasai
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
6. Kreatif
maksudnya berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
artinya sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa
ingin tahu maksudnya sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
10. Semangat
kebangsaan : cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta
tanah air artinya cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12. Menghargai
prestasi artinya sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui serta menghormati keberhasilan
orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif
maksudnya tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta
damai : sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar
membaca maksudnya kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli
lingkungan : sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang terjadi.
17. Peduli
sosial maksudnya sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggungjawab
artinya sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia laksanakan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya),
negara dan Tuhan yang mahaesa.
Kita berharap lahirnya 18 butir
pendidikan karakter yang tengah diimplementasikan Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional menjadi salah satu
pilar agar tidak terjadi degradasi moral anak bangsa.(*)
*) Penulis : Pengamat
pendidikan dan sosial tinggal di Majalengka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar