Translate

Jumat, 14 September 2012

Plus Minus Tutupnya Jalur Mandiri PTN


Plus Minus Tutupnya Jalur Mandiri PTN
Oleh : Encon Rahman


Bergulirnya wacana kebijakan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) untuk menutup seluruh jalur mandiri PTN pada 2012, disambut baik berbagai kalangan. Meskipun demikian, khusus tahun ini pemerintah masih memberi kesempatan untuk membuka jalur mandiri sebagaimana tertuang Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)  Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Pemerintah dengan ketentuan tidak melebihi kuota 40 persen dari total penerimaan mahasiswa baru.
Beranjak dari ketentuan pemerintah tersebut, beberapa PTN tahun ini masih tetap membuka jalur mandiri. Salah satunya Universitas Indonesia (UI). UI tetap akan membuka seleksi jalur mandiri yang disebut Seleksi Masuk Universitas Indonesia (Simak-UI)  mulai 3-4 Juli 2011 dengan jumlah mahasiswa yang akan diterima sebanyak empat puluh persen. Sedangkan enam puluh persennya melalui jalur  Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Menurut rektor UI Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Sasmita seperti dilansir media, “Setiap tahunnya UI menerima mahasiswa reguler sebanyak 5.000 mahasiswa, dengan jumlah pendaftar rata-rata 120.000.”
Beranjak dari data yang disodorkan rektor UI di atas, kita memahami kenapa PTN selevel UI masih tetap ‘ngotot’ untuk membuka jalur mandiri empat puluh persennya pada tahun ini. Namun, dengan wacana akan tutupnya jalur mandiri, tahun depan dipastikan seluruh PTN akan kembali back to basic dengan membuka jalur SNMPTN. Apa sebenarnya kajian plus minus dengan dikeluarkannya kebijakan menutup jalur mandiri di PTN bagi perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia?
Cikal Bakal Jalur Mandiri
Jika merunut kronologis lahirnya istilah jalur mandiri di PTN, pada awalnya istilah yang satu ini tidak pernah populer dikalangan masyarakat maupun akademis. Pada saat itu, istilah yang kita kenal bernama Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). PMDK merupakan seleksi penerimaan mahasiwa baru PTN di luar jalur seleksi nasional. Adapun PTN yang yang menjadi pionir PMDK, yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB).
Seiring waktu dan perubahan kebijakan tentang eksistensi PTN, baik dari sisi status --PTN menjadi PTN Badan Hukum Milik Negara (BHMN)-- maupun pendanaan, beberapa PTN seperti UPI, UNPAD, UGM, ITB mencari terobosan baru. Maka lahirlah apa yang disebut dengan istilah jalur mandiri.
Jalur mandiri adalah penerimaan mahasiswa baru PTN diluar jalur SNMPTN. Jalur ini diperuntukkan bagi mahasiswa baru dengan berlebel kelas eksekutif. Dikatakan demikian, karena secara teknis banyak perbedaan. Perbedaan itu mencakup teknis penerimaan, waktu perkuliahan, status mahasiswa, dan nilai SPP yang harus disetor mahasiswa.
Mutualisme
Keberadaan jalur mandiri bagi PTN sendiri merupakan angin segar yang menyejukan. Betapa tidak, aliran SPP yang diperoleh dari calon mahasiswa jalur mandiri begitu deras. Meskipun SPP jalur mandiri oleh sebagian orang dianggap mahal, tetapi kenyataannya jalur mandiri tak pernah sepi dari peminat.
Pada sisi lain, bagi calon mahasiswa, jalur mandiri sangat menguntungkan. Selain bisa menikmati PTN yang mereka idamkan, juga jadwal perkulihaan dapat menyesuaikan dengan pekerjaan. Mutualisme semacam inilah, penyebab utama jalur mandiri tetap diburu.
“Keuntungan” beberapa PTN menyelenggarakan jalur mandiri, mendorong kiprah jalur mandiri menjadi pundi-pundi yang dirindu oleh PTN. Maka, berlomba-lombalah PTN non-BHMN pun untuk menyelenggarakan jalur mandiri. Kondisi itu akhirnya, menjaring kompetitor antar perguruan tinggi.
Persaingan jalur mandiri di PTN, membuat PTS merasa gerah. Kegerahan itu disebabkan PTS sering tidak kebagian “kue”. Maka, bagi PTS eksistensi jalur mandiri merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan PTS itu sendiri. Dari fenomena ini, PTS kemudian mencoba melakukan berbagai terobosan dalam meraih simpati calon mahasiswa baru. Berbagai upaya dilakukan, mulai diskon SPP, bisa langsung kerja pasca wisuda, hingga beasiswa. Konsep marketing yang ditawarkan PTS, tidak seluruhnya berhasil. Dampaknya, beberapa PTS papan bawah terpaksa gulung tikar.
Plus Minus
Menjamurnya jalur mandiri oleh PTN BHMN, disadari atau tidak telah melahirkan plus minus bagi perkembangan pendidikan tinggi di negeri ini. Nilai plus yang dimaksud.
Pertama, jalur mandiri bagi PTN merupakan lumbung keuangan yang menggairahkan. Berbagai perubahan kebijakan pemerintah selama ini, mendorong PTN untuk melakukan kreativitas, baik peningkatan sarana maupun kondisi finansial. Dengan adanya jalur mandiri, konsekwensi itu terjawab sudah.
Kedua, jalur mandiri menjadikan pendidikan tinggi lebih berkualitas. Konsep bisnis yang menyatakan harga produk sejalan dengan kualitas barang, menjadi rujukan bagi jalur mandiri. Itulah sebabnya, diyakini jalur mandiri menjadi salah satu alternatif dalam membangun dinamika perguruan tinggi yang lebih kompetitif dan berkualitas.
Ketiga, jalur mandiri merupakan sarana meningkatkan branding (merk). Jika kita pandang dari persfektif daya jual. Kehadiran jalur mandiri menjadi daya tarik tersendiri. Disinyalir merk lembaga merupakan parameter kualitas dan jaminan mutu. Itulah sebabnya, orang berbondong-bondong memasuki jalur mandiri, meskipun harganya selangit. Dalam benak mereka, branding lembaga menjadi bergengsi pasca wisuda nanti. Pada sisi lain, mereka lebih pede saat mencantumkan gelar akademis di belakang namanya, karena lulusan PTN bergengsi.
Menyingkapi sederet analisis keunggulan jalur mandiri di atas, kita dapat menyimpulkan keberadaan jalur mandiri PTN dewasa ini, selain memiliki peran terhadap perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia, juga menjadi tolak ukur dalam membangun imej positif bagi para lulusannya.
Sementara itu, nilai minus dengan adanya jalur mandiri dapat dikemukakan sebagai berikut.  Pertama,  jalur mandiri semakin mengukuhkan keberadaan PT sebagai lembaga yang tidak mudah terjamah oleh kalangan masyarakat miskin. Dengan kata lain, pendidikan tinggi dewasa ini tidak lagi murah. Asumsi ini semakin meyakinkan masyarakat miskin untuk tidak menikmati bangku pendidikan tinggi.
Kedua, jalur mandiri melemahkan keberadaan PTS papan bawah. Disadari atau tidak, kehadiran jalur mandiri PTN merupakan ancaman serius bagi PTS papan bawah. Dikatakan ancaman karena sudah dipastikan banyak calon mahasiswa yang tidak lulus SNMPTN tetap melirik PTN sebagai tempat berlabuhnya. Jika demikian adanya, maka PTS papan bawah hanya gigit jari. Toh, selama ini kebanyakan PTS papan bawah, terpaksa hanya menunggu limpahan mahasiswanya yang tidak lulus SNMPTN.
Ketiga, terhambatnya jalur reguler. Dengan adanya jalur mandiri dipastikan jalur reguler terhambat. Perpecahan dua jalur ini mendorong adanya dua kubu masyarakat Indonesia dalam memperebutkan pendidikan tinggi. Akhirnya, hanya masyarakat ekonomi berkecukupan saja yang akan menikmati jalur mandiri. Sedangkan masyarakat miskin tidak mungkin menikmatinya.
Keempat, jalur mandiri menimbulkan jurang pemisah. Tidak dipungkiri kalau selama ini hanya masyarakat ekonomi kelas tinggi yang bisa menikmati  jalur mandiri PTN, maka kultus individu pun akan lahir. Padahal pendidikan merupakan hak semua warga negara. Jurang pemisah ini sangat rentan terhadap sosial politik di masa depan.
Kelima, PTN sebagai lembaga komersil. Tingginya dana pengembangan pendidikan pada jalur mandiri membuat PTN memiliki kesan yang tidak sedap. PTN dituding sebagai lembaga komersil. Mahal dan tidak memihak rakyat kecil. Jika ini terjadi, maka apalagi yang bisa dibanggakan dari profil lembaga akademis ini.
Bermuara dari kajian plus minus jalur mandiri PTN, maka wacana kebijakan pemerintah yang akan menutup seluruh jalur mandiri 2012 kita dukung. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar