Menjadi Guru Bermutu via
program BERMUTU
Encon Rahman, S.Pd
Pendahuluan
Eksistensi
guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan, dan pendidikan menengah sebagaimana
disampaikan UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1, memberikan gambaran kepada
semua pihak, bahwa peran guru dewasa ini sangat strategis dalam menunjang
keberhasilan pembagunan, khususnya sector peningkatan sumber daya manusia
(SDM).
Dengan
merujuk pada tataran strategis tersebut, maka setiap guru mau tidak mau, suka
tidak suka “wajib” memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi guru
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 yaitu:
(1)
kompetensi paedagogik, yang mencakup (a) memahami latar belakang peserta didik, (b)
memahami teori belajar (c) mengembangkan kurikulum, (d) melaksanakan kegiatan
pengembangan pendidikan, (e) mengembangkan potensi peserta didik (f)
berkomunikasi dengan peserta didik (g) mengelola asesmen dan evaluasi;
(2)
kompetensi kepribadian, yang meliputi (a) berprilaku sesuai dengan norma, kebiasaan, dan
hukum di Indonesia, (b) berkepribadian matang dan stabil, (c) memiliki etika
kerja dan komitmen serta kebanggaan menjadi guru;
(3)
kompetensi social, yang meliputi (a) berprilaku inklusif dan tidak pilih kasih, (b)
berkomunikasi dengan guru, staf pegawai sekolah, orang tua, dan masyarakat; dan
(4)
kompetensi professional, meliputi (a) pengetahuan dan pemahaman tentang struktur, isi, dan
standard kompetensi mata pelajaran, serta tahap-tahap pembelajaran dan (b)
mengembangkan profesionalisme melalui refleksi diri.
Dengan
standar kompetensi guru yang tidak bisa ditawar ini, setidaknya telah
melahirkan motivasi untuk terus berupaya meningkatkan kapasitas diri.
Peningkatan kapasitas diri pada dasarnya tidak pernah merugikan siapa pun
termasuk diri sendiri. Namun kenyataan di lapangan, saya masih sering mendengar
bahwa pengembangan diri kerap masih dianggap menjadi beban psikologis dan
ekonomis. Pemikiran keliru ini, selayaknya menjadi kajian semua pihak, mengapa
di antara para guru yang notabene sebagai professional masih saja ada yang
berpikir “kerdil”.
Konsep
pengembangan diri melalui pendidikan formal, seminar, diklat, workshop dan
sejenisnya yang dibiayai sendiri, seringkali bukan murni karena ingin
meningkatkan kualitas diri. Kondisi ini terlihat ketika guru berbondong-bondong
mendaftar menjadi peserta seminar mereka cenderung termotivasi disebabkan oleh
factor piagam. Sehingga masih ada saja oknum guru yang sudah mendaptar, tetapi
tidak ikut seminar. Yang bersangkutan berdalih, yang penting dapat piagam.
Pada sisi
lain, banyak kalangan guru yang melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi
hanya (asal) sekedar memperoleh gelar sarjana (S1) sehingga melahirkan pemeo
yang tidak nyaman, “paksa sarjana” (baca: menjadi sarjana terpaksa). Ya, tak dipungkiri ala bisa karena biasa, ala
biasa karena dipaksa. Tanpa paksaan kebaikan itu kerap menjadi fatamorgana
saja. Tak terkecuali dalam meningkatkan kinerja dan etos kerja guru.
Membedah
Program Bermutu
Berbicara
tentang kinerja dan etos kerja guru, akhirnya berbagai pemikiran pun lahir.
Salah satu pemikiran itu bernama Program
Bermutu. Program bermutu adalah sebuah program yang berupaya meningkatkan
mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi dan kinerja guru (Better
education through reformed management and universal teacher upgrading).
Adapun
tujuan umum yang diusung Program Bermutu, yaitu untuk meningkatkan kompetensi
dan kinerja guru dalam menunjang pembelajaran murid/siswa. Secara khusus konsep
ini mengisyaratkan, berkontribusi terhadap peningkatan mutu secara keseluruhan
dan kinerja guru melalui peningkatan pengetahuan tantang substansi yang
diajarkan dan keterampilan pedagogi dalam kegiatan pembelajaran.
Jika kita
membedah konsep umum dan khusus dari Program Bermutu yang tengah digulirkan
dewasa ini, maka setidaknya ada tiga muatan yang menjadi bidikan. Pertama,
kompetensi guru. Kedua, kinerja guru. Ketiga, kegiatan pembelajaran siswa.
Pertama
Kompetensi Guru
Memaknai
kata kompetensi Direktorat Tenaga Kependidikan telah memberikan definisi
kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan
perbuatan secara professional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Sehingga
Menurut Daeng Arifin (2010:28) salah satu ciri sebagai profesi, guru harus
memiliki kompetensi, sebagaimana dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan
(pedagogi) yang harus dikuasainya.
Dengan kata lain, kompetensi diri merupakan perangkat prilaku
efektif yang berhubungan dengan usaha
mengeksplorasi dan menginvenstigasi, melakukan analisis, dan memikirkan serta
memberikan perhatian dan melakukan
apersepsi untuk mengarahkan seseorang menemukan dan mencapai tujuan tertentu
secara efektif dan efesien. (Daeng, 2010:33).
Kedua
Kinerja guru
Guru
profesional harus memiliki kinerja yang optimal. Kinerja yang dimaksud, yaitu
memiliki kemampuan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Rusman (2009: 145) menjelaskan,
langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam perencanaan terbagi tiga,
melakukan analisis kebutuhan, penetapan sumber belajar, dan pengembangan sumber
belajar.
Melakukan
analisis kebutuhan, kegiatan ini dilakukan untuk
mengkaji berbagai persoalan yang terkait dengan perancangan sumber belajar di
sekolah berdasarkan tuntutan karakteristik setiap mata pelajaran dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Di samping itu, analisis kebutuhan
didasarkan atas masukan-masukan dari para pengelola dan pelaksanaan pendidikan
yang meliputi kepala sekolah, pengawas, guru dan siswa. Analisis difokuskan
pada kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam merancang sumber belajar,
termasuk kemampuan-kemampuan yang dipersyaratkan berkenaan dengan merancang
sumber belajar.
Penetapan
sumber belajar. Berdasarkan analisis kebutuhan yang
telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah menetapkan sumber belajar yang akan
digunakan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai teori dan hasil
analisis kebutuhan yang tidak dilakukan, kemudian menyusun konsep dan
kontruksinya, dan aplikasi dan implementasinya. Konsep dan kontruk yang telah
disusun akan dijadikan rujukan dalam menetapkan sumber belajar.
Pengembangan
sumber belajar, kegiatan ini dilakukan dengan cara mengkaji dan meneliti berbagai masukan
yang berasal dari penetapan sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.
Selanjutnya hasil dari pengembangan tersebut dapat dijadikan bahan bagi kegian
revisi penggunaan sumber belajar. Hasil revisi ini kemudian akan dijadikan
rujukan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Selanjutnya
dalam merancang pelaksanaan pembelajaran hal yang harus diperhatikan, yakni di
awal proses pembelajaran, di dalam proses pembelajaran, di akhir proses
pembelajaran, di luar proses pembelajaran, berbagai kegiatan atas dasar
inisiatif siswa sendiri dan lingkungan sekolah dapat dijadikan tempat belajar
siswa secara langsung. Sedangkan evaluasi pembelajaran mencakup ketepatan
dengan tujuan pembelajaran, dukungan terhadap isi materi pelajaran, kemudahan
memperoleh sumber belajar, keterampilan guru dalam menggunakannya, tersedia
waktu untuk menggunakannya, dan mudah dipahami oleh siswa.
Ketiga
Kegiatan Pembelajaran Siswa
Belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari
pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam prosesnya belajar
merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keberhasilan
belajar bukan saja ditentukan oleh peran guru semata. Melainkan kedua
belah pihak. Siswa dan guru harus saling melengkapi.
Meskipun
demikian, porsi peran pendidik dalam
upaya meningkatkan hasil yang berkualitas sangat diperlukan. Guru dituntut
memiliki kapasitas bidang pengetahuan, prilaku, penampilan sekaligus guru harus
mampu merencanakan program pengajaran, melaksanakan pembelajaran, memimpin dan
mengelola proses pembelajaran, mampu menguasai bahan pengajaran, mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kondisi
lingkungan guna untuk mensukseskan tujuan pendidikan.
Bermutu
sebagai Program Sustainable
Setelah
kita membedah tiga intisari Program Bermutu di atas, kita sepakat bahwa Program
Bermutu yang sedang dan akan digulirkan hingga tahun 2013 merupakan salah satu
program yang patut didukung dan dikembangkan. Program Bermutu idealnya jangan
dijadikan projek, tetapi harus menjadi program yang sustainable
(berkesinambungan). Agar menjadi program yang sustainable tentu
diperlukan kerjasama dan kreativitas semua pihak termasuk tekad para pengurus
dan anggota KKG dalam melaksanakan kegiatan.
Kelompok
Kerja Guru (KKG) sebagai “kendaraan” yang akan mengangkut keberlangsungan
mekanisme program memiliki fungsi yang urgen. Dengan demikian, daya juang dan
kreativitas pengurus KKG merupakan indicator dalam mengukur tingkat
keberhasilan program. Selain tentunya pihak-pihak terkait. Tanpa daya juang dan
kreativitas para pengurus KKG dan lembaga terkait, pengembangan program KKG
akan mati suri. Untuk menghindari kondisi yang tidak diharapkan, maka tak ada
jalan lain, selain membangun komitmen awal, yaitu pada saat pertama kali kita
menerima amanah sebagai pengurus KKG misalnya, tekadkan: “jangan sekali-kali
memiliki niat mencari kehidupan di organisasi, tetapi hidupkanlah organisasi
dengan ikhlas, cerdas, dan kerja keras, insya Allah kehidupan (rejeki) akan
ikut.” Akhir kata, mari kita jadikan
program bermutu sebagai entry poin program sustainable di
masa mendatang. Salam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar